Minggu, 25 Januari 2009

PERJALANANKU SELEPAS DARI FPOK POR 86




Kuliah udah habis dengan predikat pas-pasan, tinggal nunggu wisuda. Aku dan beberapa teman mengintip surat yang ada di meja Pak Dekan waktu itu. Sebuah sekolah di Bogor membutuhkan guru. Saya coba melamar, dan ditempat yang sama Waluyo juga diterima di STM Mekanika Bogor itu. Akhirnya saya dan Waluyo mengajar bersama. Dan Waluyo tidak lama terus meninggalkan aku. Dan ternyata pengganti Waluyo masih seangkatan juga POR 86 yaitu Agus Santoso. Agus tidak lama juga bersama aku di STM Mekanika karena aku pindah mengajar di SMA Katolik Ricci Jakarta Barat. 3 tahun aku mengabdi di STM Mekanika.
Juli 1993 aku mulai tingal di Sunter Jakarta Utara dengan berbekal “nekat”. Dengan tempat kos-kosan yang sempit tingal bersama istri (waktu itu aku manten anyar). Tidur dengan alas tikar dsb pokoknya serba seadanya. 2 tahun kemudian aku pindah ke Bogor dengan kredit KPR. Jarak yang harus saya tempuh 55 km atau 110 PP setiap hari dengan KRL ( Kereta Listrik). Kalau dihitung sudah 18 tahun aku mengajar, walaupun masih seperti ini. Tapi aku selalu bersukur dengan berkarya jadi guru, “tentrem ayem walaupun tak banyak duit”.
Rasa kehilangan teman POR 86 mulai terasa. Tetapi Tuhan mulai berkehendak dengan mengirimkan teman, sahabat, saudara yang tidak aku duga sama sekali. Sosok Hari Yuliarto waktu itu menyempatkan untuk berkunjung ke kos-kosan aku di Sunter, Jakarta Utara bersama Endro Handoko. Dan selama beberapa tahun no HP yang aku punya ya.. cuma mereka berdua saja (karena kehilangan kontak dengan teman yang lain). Dan kunjungan itu tidak akan terlupakan walaupun saat itu aku tidak ada di tempat. Istri yang menemui, tetapi rasa persaudaraan itu masih melekat sampai sekarang. Semoga POR 86 semakin kokoh dan kuat mengikat satu sama lain dengan saling bersilaturahmi.


Oktober 2008, ikatan kekeluargaan mulai berbenih. Seorang saudara POR 86, Didik Suswanto Eko Putro berkunjung ke tempat aku yang sedang mengadakan kegiatan Live In di Lereng Merapi bersama anak-anak murid SMA Ricci. Aku bener –bener kaget dan haru . Akhirnya saya coba menyimpulkan bahwa kekeluargaan kita harus kita bangun kembali dengan wadah REUNI. Tapi aku mohon beribu maaf karena waktu tiba reuni aku tidak bisa hadir di Wonosobo. Tapi perlu juga aku sampaikan bahwa ikatan aku sebagai bagian dari POR 86 tidak akan luntur. ”Nyuwun Pangapunten”.


Salam dari kel. Setya Prihanta.


3 komentar:

Setya Prihanta mengatakan...

Tambahan info : Itu foto aku bersama keluarga. Dengan 2 anak dan istri. Anak pertama klas 2 SMP dan yg kedua klas 1 SD.(foto diambil 3 thun yg lalu- habis foto keluarga cuma punya itu)
Foto bawah aku bersama anak-anak SMA Ricci Jakarta waktu mengadakan kegiatan Live In(tinggal di rumah penduduk) di Muntilan selama 3 hari, dan akhirnya ketemu Didik untuk ngobrol tentang reuni.

FPOK POR 86 mengatakan...

wakh sangat menggugah cerita perjuangan hidup pahlawan tanpa tanda jasa yang satu ini. Insya Allah nanti aku juga bagi2 cerita perjalanan hidup aku. mang sih...gak ada yang patut dibanggakan, yakh lumayan nggo tombo kangen sekalian biar temen2 pada tahu suka dukaku hidup jauh dari sanak keluarga

tsalis

SPORT mengatakan...

Set, kowe kok saiki dadi pinter IT sih, sinau neng endi. Kapan-kapan aku diajari yo? he..he..he.. Yudi-Cilacap