Senin, 26 Januari 2009

TGFU


Rekan2 pemerhati pendidikan jasmani, ini sebagai rasa andarbeniku pada por86, biarpun saat ini aku tidak lagi berkecimpung di dunia por, atas usulan bpk hari maka dengan ini aku persembahkan sebuah terjemahan dari sebuah artikel tentang teaching game for understanding. biarpun sakjan2e aku ra ngerti opo maksude penemuan baru ini, ekh ternyata setelah aku terjemahkan aku dpt juga ilmu tsbt. selamat menikmati, mohon maaf bila penggunaaan bhs ind ku ada yang gak tepat....maklum kakehan ngomong jowo neng kene, jd kagok berbahasa ind. jangan lupa kasih komment..
Pengajaran Permainan untuk Pemahaman
Model Pemikiran kembali dari pandangan yang disatukan
Wakter King Yan Ho
Universitas Macau, Macau

Ada sebuah tradisi lama didalam pengajaran pendidikan jasmani dan kegiatan keolahragaan yang menggunakan konsep teknik terarah. Satu dari tujuan utama menggunakan pendekatan ini adalah untuk membantu pelajar pelajar untuk waspada terhadap berbagai macam teknik yang diperlukan untuk memainkan berbagai macam kegiatan olahraga. Namun penggunaan teknik ini sebagai satu satunya metode dasar didalam pengajaran kegiatan kegiatan jasmani menuai banyak kritikan dikarenakan ketidak effesiensian didalam membantu pelajar pelajar untuk mengembangkan semua kemampuannya. Sebagai contoh, pendekatan ini menyediakan sedikit pengembangan kemampuan 2 generic disebabkan oleh penekanannya sendiri pada teknik2 kegiatan2 jasmani. Pelajar mungkin bisa mengembangkan teknik yang bagus pada berbagai kemampuan berolahraga namun mempunyai sangat sedikit pengetahuan tentang permainan. Meskipun kemampuan berolahraga sangat menonjol dengan menggunakan pendekatan teknik terarah (technique-led approach), model ini tidak mempromosikan pengembangan pada kapasitas untuk menentukan pilihan, cerativitas atau penerapan pengetahuan tentang kemampuan berolahraga kepada area pembelajaran yang lain kecuali ada pendekatan alternative yang bisa diterapkan. Bunker dan Thorpe (1982) membuat proposal TGFU sebagai sebuah pendekatan alternative. Semenjak itu, TGFU telah menarik seluruh perhatian para guru guru olahraga. Seperti yang Metzler(2000) katakan, “ TGFU adalah sebuah model instruksi yang berfokus pada pengembangan kemampuan pelajar2nya untuk memainkan permainan (2000). Inti dari pendekatan ini adalah penggunaan taktik2 kewaspadaan untuk meningkatkan penampilan di dalam kegiatan2 jasmani. Permainan2 yang telah dimodivikasi dipandang sebagai alat untuk meraih tujuan tersebut. Studi2 terbaru lebih condong untuk membandingkan atau berkosentrasi pada hasil hasil pengetahuan, psychological dan affective dari pendekatan ini (Allison & Thorpe, 1997, Turner & MArtinek, 1992, 1999). Sebuah riset menunjukan bahwa taktik lebih bermanfaat dibandingkan dengan pendekatan dan hasil hasilnya yang mendukung perkembangan pada teori pengajaran baru didalam pengajaran permainan2 (Booth, 1983, Burriows, 1986 and Werner & Almond, 1990). Meskipun pada kenyataannya bahwa kini ketertarikan pada TGFU, disana tidak ada usaha untuk meninjau kembali bagaimana untuk memperluas teori pengajaran yang berdasarkan pada taktik untuk mencapai harapan harapan yang moderen pada pendidikan jasmani atau tidak adanya usaha usaha untuk mengalihkan struktur terpadu pada segi pembelajaran yang lainnya. Sekolah pendidikan jasmani selalu memandang sebagai platform yang digunakan para pelajar untuk mengembangkan pengalaman2 mereka dan kemampuan praktek mereka diberbagai kegiataan olahraga dan jasmani. Sebuah permintaan kotemporer adalah untuk program sekolah pendidikan jasmani untuk tidak hanya melatih seorang pelajar dengan kelihaian didalam kegiatan olahraga dan jasmani. Pendidikan moderen mengharapkan pelajar2nya untuk dilengkapi dengan kualitas yang lain seperti pemikiran yang kritis, creative, bekerjasama dan kepiawaian dalam menguasai dunia moderen dan yang berjalan dengan baik melebihi semata mata hanya mengembangkan keahlian di bidang olahraga. Sekolah diharapkan untuk mempunyai peran didalam membantu pelajar2 untuk mengembangkan ketrampilan hidup dan ketrampilan generic melalui kegiatan jasmani dan untuk melengkapi pelajar2 dengan intisari untuk kehidupan yang berkualitas melalui keikut sertaan didalam kegiatan olahraga dan jasmani. Kertas ini sebagai bantahan untuk mengevaluasi pengajaran pendidikan jasmani melalui pandangan yang horizontal sebagai keterpaduan dengan disiplin2 tang lain atau subject2 secara horizontal. Hal ini akan melibatkan perluasan pengetahuan anak2, dari kontek permainan untuk mencapai pengalaman2 hidup dan harapan2 yang berbeda. Dengan pengenalan pada perencanaan kurikulum yang terpadu, hal ini memungkinkan untuk meningkatkan pengembangan keahlian cara2 berpikir dan pencapaian tujuan pendidikan yang lain melalui pengajaran dan pembelajaran pendidikan jasmani.

Pendekatan terpadu dan artinya untuk pendidikan jasmani.

Perpaduan yang dibangun atas dasar anggapan bahwa disana ada Hubungan antara isi pengetahuan dan keahlian belajar. Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa pengalaman2 hidup yang nyata tidaklah dipisahkan kedalam potongan2 respektive namun dipadukan. Dengan begini, perpaduan didalam pendidikan mengarah ke sebuah jalan pembelajaran dimana pelajar2 tidak seharusnya belajar secara terpisah, pecahan2 yang tak berhubungan namun sebagai sebuah badan yang utuh yang terdiri dari informasi yang terkait. Ini artinya, bahwa pelajar2 dapat belajar untuk menerapkan pengetahuan dan teknik2 dari mempelajari permainan untuk sebuah konteks ‘kehidupan yang nyata’ dan untuk melukis pengetahuan dari disiplin yang lain untuk memperkaya pembelajaran didalam pendidikan jasmani.

Untuk itu, akibat yang timbul berkembang antara subjek2 dengan mengambil hal ini sebagai pertimbangan dan perencanaan dan pengaturan kurikulumnya. Pendekatan yang terpadu bergerak melampui batas mengajar anak anak untuk menjadi piawai di dalam mempelajari permainan dengan tujuan pada perkembangan anak untuk menjadi mandiri dan pemecah masalah yang mandiri dengan mengikut sertakan anak2 secara langsung and penuh makna didalam mempelajari bagaimana untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk sebuah situasi yang menantang.
Pengajaran pada ilmu pengetahuan yang khusus didalam sebuah disiplin menjadi bagian dari process. Tujuan akhir adalah untuk menerapkan pengetahuan mereka untuk sebuah situati pemecahan masalah. Menurut Fogarty (1991) dan Jocobs (1989) disana paling tidak ada tiga pandangan yang berbeda untuk mengembangkan pelajaran yang terpadu.

Parallel Perspective (pandanagn yang sejajar) ilmu pengetahuan menjaga sendiri sebagai entitas yang berbeda, namun para guru mencoba untuk mengurutkan topik2nya sehingga ide2 terkait diajarkan secara sejajar dengan ilmu yang berbeda. Dengan kata lain, topik2 didalam lingkup ilmu pengetahuan diatur kembali untuk diselaraskan dengan bidang ilmu yang lain agar bisa mencapai tujuan dan maksud pendidikan yang khusus.
Interdisciplinary Perspective (pandangan dari bdg ilmu yg satu dengan yang lain ) unit2 yang khusus atau kursus 2 bidang study disusun untuk membawa semua bidang study didalam kancah kurikulum sekolah. Satu unit bidang studi dirancang seputar tema2, ide2 atau isu2 yang muncul dari kurikulum biasa. Unit dan modul2nya diajarkan atau disusun untuk sebuah periode waktu yang khusus seperti untuk kurun waktu dua minggu atau sebulan, namun hal ini tergantung pada pilihan guru. Jenjang waktu yang khusus telah ditentukan didalam jadwal harian atau mingguan untuk mengakomodir unit bidang studi antar disiplin.
Unit bidang studi tersebut tidak mengganti bidang studi yang telah ada, namun bidang2 studi tersebut saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, pelajaran kemampuan athletic didalam pelajaran pendidikan jasmani dan statistic didalam pelajaran matematika akjan membantu pelajar untuk mengerjakan sebuah analisa sstatistika sementara dia ikut berperan serta dalam program atletik.
Immersed Perspective – seorang pelajar bisa menjadi larut di sebuah bidang studi dan menyaring informasi dari isi area2 melalui kacamata dia sendiri. Penyatuan menjadi tanggung jawab pelajar. Pandangan belajar ini mengharapkan/menginginkan para pelajar untuk menjadi lebih focus dan untuk memenuhi peran utama didalam proses pembelajaran. Berapa banyak yang dipelajari oleh para pelajar tergantung pada tingkat untuk mengontrol pengetahuan yang telah dipelajari, strategi2 yang digunakan dan perkembangan dari pengetahuan tersebut sementara dia bekerja sama dengan pelajar yang lain.
Untuk menggambarkan Hubungan antara pendekatan terpadu dan TGFU, saya menguji pengalaman2 saya didalam keterlibatan saya didalam pengembangan tiga kurikulum dasar sekolah. Ketiga project pengembangan kurikulum dasar sekolah dilakukan di Hong Kong ketika penulis kertas ini bekerja di unit Pendidikan jasmani, insitutute perkembangan kurikulum sebagai pekerja pengembangan kurikulum dari 1997 sampai 2002. pada saat itu, saya ditunjuk sebagai pekerja untuk memantau projek tersebut dan berperan membantu dan mengarahkan semua guru yang terkait.

Integration in Physical Education (penyatuan didalam pendidikan jasmani)
Untuk membantu pemahaman hubungan antara penyatuan dan TGFU, ketiga project tsb disusun dalam waktu yang berkesinambungan. Namun pertama tama, di ujung yang lain kesinambungan adalah sebuah model masakini dari penyusunan pengajaran, perencanaan kurikulum untuk bidang ilmu yang berbeda. Aktivitas belajar dan mengajar dirancang dibawah conteks subjecnya dan TGFU dipergunakan sebagai pendekatan mengajar yang utama untuk merencanakan dan melaksanakan pengetahuan subject kegiatan2 jasmani di dalam pelajaran pendidikan jasmani untuk para pelajar. Kegiatan2 jasmani diajarkan dengan isi yang khusus dan bertujuan pada penyelesaian isi2 tersebut melalui pendekatan TGFU.
Dengan begini, TGfU bertumpu pada pembangunan pengetahuan pelajr2nya didalam memahami permainan2. karena kurikulum tidak disusun dengan cara dipadukan, maka disana tidak ada usaha yang bertujuan untuk menghubungan apa yang telah dipelajari disatu kelas dengan apa yang telah dipelajari dikelas yang lain.
atau untuk apa apa yang diperlukan diluar kelas. Bila para pelajar mempertanyakan tentang Hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dipelajaran pendidikan jasmani dengan apa yang telah mereka baca di pelajaran sejarah atau ilmu pengetahuan, para guru mungkin mengalamatkan pertanyaan2 tersebut namun dia tidak diposisi untuk mencari kesempatan secara active untuk membantu pelajar untuk memahami atau mengembangkan hubungan2 yang terpadu antara subjects. Diakhir dari kesinambungan, TGFU secara mandiri terpisah disusun dan mengajar dilakukan didalam konteks yang terisolasi.

Parallel Perspective - Integrated Module of Chinese Dance in Lower & Upper Primary School (pandangan yang sejajar – module terpadu tarian China di tingakat bawah dan atas sekolah dasar)
(1997-1998 & 1998-1999) (Wong Oi-lin, 1998, 1999)
Di pemberhentian berikutnya didalam kesinambungan, pengetahuan tentang subject dan isi daerah khusus didalam bidang yang lain masih dipandang sebagai pikiran selama perencanaan kurikulum. Namun di kasus ini, disana ada usaha2 yang di sengaja untuk menghubungkan dan mencasi tahu bagian2 yang relevan dari perbagai subject untuk membentuk pelajaran yang terpadu. dari sebuah project tari terpadu pada tahun 1997 dan 1998 dilaksanakan dalam situasi seperti itu. Project tersebut dimulai dengan harapan untuk mengenalkan aspek China kedalam program tari. Ternyata untuk memasukkan aspek China kembali untuk dasar pendidikan jasmani telah menjadi topic yang hangat terlebih lebih disaat Hong Kong akan dikembalikan ke China pada tahun 1997.
Ini terangkat sebab pada tahun 1995 silabus pendidikan dasar jasmani tidak berisi aspek China dalam bentuk apapun (Syllabus for Physical Education (Primasy 1-6), 1995). Permainan seperti tarian China, seperti Tai Chi atau shuttlecock tidak dimasukkan kedalam silabus. Sementara dalam pencarian untuk jalan yang lebih baik untuk memperkenalkan aspek tarian China kembali kedalam program, kemudian diputuskan untuk meluncurkan seri2 program dengan permainan yang dimodifikasi sebagai pendekatan untuk meningkatkan proses belajar. Sebagai contoh, disalah satu kelas 5 sekolah dasar pendidikan jaasmani menggunakan aspek tarian China untuk merancang sebuah tarian pohon ‘tree’. Isi yang hamper sama diajarkan didalam pelajaran China dahulu dengan bahasa China.
Mereka belajar bentuk bentuk pohon sebelum mempertontonkan kerja kreatifitas mereka didalam pelajaran pendidikan jasmani. Ditingkat sebuah pendidikan jasmani dasar kelas 1, aspek telah digunakan untuk merancang sebuah tarian ‘binatang bermain’. Topik2 yang sama tarian telah diajarkan dalam pelajaran bahasa Mandarin, musik dan kesenian. Mereka mempertunjukkan gerakan 2 binatang selama pelajaran pendidikan jasmani dengan diringi oleh nyanyian 2 dan bahan bahan yang mereka buat dibuat dari pelajaran yang lain. Sebuah tarian ‘latihan jasmani’ untuk kelas 2 sekolah dasar telah dibangun atas dasar prinsip yang sama. Para pelajar diberikan topic yang sama didalam pelajaran umum dan musik. Dengan bantuan penggunaan kartu2 kata dan gambar2, para pelajar diajarkan untuk mengenali dan mengucapkan kosa bahasa didalam bahasa Mandarin. Mereka menyanyikan lagu Mandarin sambil memainkan tarian Latihan Jasmani selama berlangsungnya pelajaran pendidikan jasmani. Selama process perkembangannya, ada sebuah usaha yang disengaja dan dilakukan untuk mencari Hubungan antara beberapa area isi pelajaran. Ketrampilan 2 umum untuk bidang2 studi dikenalkan dan antara area isi pelajaran, hubungannya dibuat untuk meningkatkan pembelajaran. Pembelajaran dipaksakan dengan pemograman kegiatan mengajar yang berbeda pada saat yang sama didalam kurikulum. Hubungan natural antara area2 isi pelajaran dicari dan para guru bertumpu pada pelajaran yang lain untuk membuat Hubungan natural yang bisa dilihat oleh para pelajar. Dengan penyatuan seperti itu, masalah didalam pelajaran tetap lekat dan melayani sebagai pusat pelajaran di kelas. Secara penting, didalam proyek ini, para guru beranggapan bahwa mereka punya rasa tanggung jawab untuk membanut para pelajar untuk menjelajahi pengalaman2 yang berarti hubungan2 untuk para pelajar dari subyek yang berbeda dan coba untuk menyatukan pelajaran melalui sebuah proses yang selaras.

Interdisciplinary Perspective - The Organizing of Ball Games Competition in Senior Form (Pandangan antarbidang studi – pengaturan kompetesi permainan bola di dalam bentuk senior) Students at Secondary (1999-2000) (Cheung Lai-fun, 2000) pelajar2 di sekolah menengah atas (SMU) (1999-2000) (Cheung Lai-fun, 2000)
Pada tingkat selanjutnya pada kesinambungan, ada beberapa usaha untuk menyusun kurikulum dibawah temaatau tujuan yang khusus. Proyek tersebut diatas diselesaikan pada tahun 2000 disebuah SMU dengan tujuan untuk membantu para pelajar untuk mendapatkan tidak hanya kelihaian di dalam mengetahui dan memahami dalam bentuk orang dewasa pada berbagai permainan bola seantero pelajar SMU namun juga keeffesiensian didalam mengatur permainan. Hal ini kenyataannya keahlian yang penting didalam mempelajari permainan dimana keahlian2 dan taktik2 hanyalah bagian dari permainan. Untuk membantu para pelajar’ mengambil tanggung jawab untuk melayani kelab kelab olahraga disekolah dan di dalam masyarakat’ telah dianggap sebagai harapan yang penting untuk para pelajar kunci tingkat (Learning to Learn Key Learning Area Physical Education
(Consultation Document), 2000, p.13). (belajar untuk mempelajari area kunci pelajaran pendidikan jasmani

Untuk meraih terciptanya target ini, guru menggunakan apa yang telah diketahui para pelajar tentang Informasi teknologi, pengetahuan computer dan design grafis untuk membuat grup proyek yang mereka miliki tentang permainan bola dan membantu pekerjaan administrasi kompetisi olahraga yang lain melalui sebuah program perangkat lunak. Dengan begini, usaha usaha yang tiruan dibuat untuk memasang isi pelajaran yang berbeda dari keduanya, baik didalam dan diantara disiplin (bidang ilmu) untuk meningkatkan kualitas perkembangan mempelajari permainan. Di proyek ini, teknologi informasinya dan para guru kesenian sudah mengembangakan pengetahuan yang terkait di dalam area yang berbeda yang mereka miliki, dan itu diharapkan bahwa mereka mungkin bisa menghasilkan sebuag akibat yang selaras dengan cara membantu para pelajar untuk tidak hanya faham namun mengetahui bagaimana untuk mengatur, permainan. Pengalaman2 itu telah disusun didalam blok modul area yang berbeda dan guru pendidikan jasmani secara hati hatimenyusun proyek untuk mencocokan para pelajar dengan apa yang telah didapatkan dari pengetahuan yang ditentukan oleh area tersebut. Untuk itu, pelajaran computer akan menghasilkan akibat yang selaras didalam membantu para peljar untuk menguasai keahlian yang penting untuk mengatur sebuah knock out dan system robin didalam kompetisi olahraga melalui program perangkat lunak. Pengetahuan kesenian mereka dan penguasaan teknologi informasi yang terkini akan membantu para pelajar untuk menyelesaikan sebuah proyek olahraga. dengan
bantuan dari system intranet yang telah dirbangun dengan baik para para murid dapat memakai sistim ini untuk belajar sendiri, berdiskusi, bertanya dan menyerahkan tugas2 mereka. Makanya focus isi tradisi dari bidang ilmu yang berbeda telah menjadi berkurang dan ini digantikan oleh sebuah system yang lebih luas, kaya dan terkait dengan sekelompok tujuan atau target yang mencoba untuk meletakkan tekanan pada bagaimana area yang berbeda kena dampaknya, dan berperan serta, dalam sebuah pembelajaran pemahaman permainan yang realistis.

Immersed Perspective - Shuttlecock Promotion Scheme in Primary (1999-2000) (Choi Hok-fu,2000) Pandangan yang tenggelam -
Di tingkat terjauh dari akhir yang berkesinambungan adalah penyatuan dimana seorang siswa meneggelamkan dia sendiri di sebuah bidang studi dan menyaring informasi dari berbagai area isi mealui kacamata dia sendiri dan pelajaran. Disini, tidak ada kurikulum yang formal yang membantu untuk menyatukan subjek yang berbeda menjadi satu, namun ada aktivitas2 yang membutuhkan pengetahuan yang berbeda yang menuntut siswa1 untuk mempunyai pengetahuan dan ketrampilan2. penyatuan menjadi tanggung jawab siswa dan guru2 punya tanggung jawab untuk menyediakan tantangan2 yang sesuai yang menuntut para siswa untuk memasang potongan2 pengetahuan yang berbeda untuk mencapai tujuan/target. Didalam proyek ini, para guru menggunakan shuttlecock sebagai media pelajaran. Proyeknya termasuk sebuah aktivitas2 berseri seperti skema para pelatih2 muda, pembelajaran shutt;ecock didalam mata pelajaran pendidikan jasmani, pengaturan waktu khusus untuk bermain shuttlecock selama waktu istirahat dan kompetisi antar kelas. Di hamper semua program yang diadakan, para siswa dilatih sebagai pelatih, pembantu, administrator dan penyelenggara. Aktivitas2 itu bertujuan untuk pengembangan kekuatan kepemimpinan dan pembuatan keputusan para siswa.
Sebagai contoh, disana ada sebuah program pada pengembangan para pelatih2 muda dari para siswa dan mereka telah diberikan kesempatan untuk membantu pemain2 baru belajar ketrampilan2 tsb. Para siswa diperlukan tidak hanya untuk mendapatkan keahlian didalam pengasaan ketrampilan2 dan mengembangkan pemahaman permainan yang baik, mereka juga diperlukan untuk melatih ketrampilan yang lain didalam kepemimpinan, kerjasama, kolaborasi dan komunikasi. Ternyata, para guru mengadaptasi sebuah konsep yang utuh untuk menuju pengaturan pengetahuan dan telah dipandang bahwa belajar diarea yang lain sebagai sebuah process yang berubah ubah di dalam mempersiapkan para siswa untuk menjadi matang di dalam memainkan permainan. Program yang lain yang di cetuskan oleh proyek ini adalah kompetisi shuttlecock. Para siswa diberikan
Kesempatan untuk membantu mencatat dan mengatur permainannya. Lagi, ini adalah sebuah process yang telah dapat membantu para siswa untuk mempunyai sebuah kematangan dalam memahami permainan. Pengenalan aktivitas2 tersebut diasumsikan bahwa sekali sebuah aktivitas yang bertujuan di dalam pendidikan telah dicetuskan, para siswa akan membangun cara2 yang sejajar, ketrampilan2 dan pengetahuan untuk mendapatkan ke tujuan tersebut. Peran guru adalah untuk menyediakan kesempatan untuk para siswa untuk menjelajahi kesempatan tersebut secara mandiri. Meskipun sedikit perhatian yang diberikan untuk kerangka kurikulum yang khusus atau dibangun objectivitas2 isi selama proses penyatuan, anggapan telah dibuat bahwa para siswa akan belajar apa yang dipandang penting disaat mereka dihadapkan dengan tantangan.
Pendirian tujuan2 yang pantas dan tantangan2 adalah penting. Bila tujuan2 dibangun secara pantas, tantangan2 akan muncul untuk menyulut penyatuan karena penyatuan bisa jadi dianggap sebagai sebuah process belajar dari dalam. Seperti yang telah disebutkan diatas, pada tingkat perkembangan perpaduan menjadi tanggung jawab para siswa. Para siswa diharapkan untuk menjadi fokusnya dan menduduki peran pusat didalam process belajar dan mengembangkan ketrampilan yang lebih tinggi yang memerlukan asimilasi/pembauran oleh ketrampilan2 yang berbeda yang telah dipelajari di bidang studi yang lain. Berapa banyak pelajar belajar akan tergantung pada tingkatan untuk mengontrol pengetahuan yang telah dipelajari, cara2 yang digunakan dan perkembangan pengetahuan tersebut sementara bekerjasama dengan yang lainnya. Untuk itu, proyek ini memperkenalkan sebuah rangkain aktivitas yang membuat para siswa mampu untuk mengembangkan kemampuan mereka secara kepintaran, psychology, emosi, dan social . para siswa diharapkan untuk menghubungkan ketrampilan2 ini sebelum mereka dapat menguasi programnya. Berapa banyak proyek dapat membangun kemampuan2 secara natural untuk para siswa, tergantung pada tantangan masing2 dan kesempatan yang diberikan.
Didalam proyek ini, semua isi didalam area memainkan peranan penting didalam kurikulum. Para siswa dan guru mempunyai kesempatan untuk menjelajahi persoalan bidang ilmu juga untuk memilih cara2 yang cocok untuk dipergunakan untuk penjelajahan dan pembagian informasi dengan teman sekelas mereka. Pada tingkatan pembelajaran ini, tanggung jawab yang lebih besar ditempatkan pada para siswa untuk mencari dan memperluas Hubungan antara isi area bidang studi, dan para guru mengambil peran sebagai penyedia didalam process belajar.

Penandaan kesimpulan

Pendidikan jasmani selalu dipandang sebagai ‘pendidikan pada, tentang, dan melalui olahraga(Freeman, p.3). ini telah mencapai “tujuan2 untuk meningkatkan prospek pendidikan para siswa daripada menekankan terlalu banyak pada olahraga” (Learning to Learn Key Learning Area Physical
Education (Consultation Document), 2000, p.3). Kenyataanya, tujuan ini menjadi pemikiran yang dominan di hampir seluruh reformasi pendidikan. Sebagai contoh, di Canada, Pelajaran Alberta menekankan tujuan pada pendidikan jasmani didalam membuat individu untuk mampu untuk ‘mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan dan tingkah laku yang diperlukan untuk menuju seorang yang active dan mempunyai gaya hidup yang sehat” (Physical Education Guide to
Implementation (Kindergarten to Grade 12), 2000, p.1). untuk mencapai akhir pendekatan terpadu ini sebagai sebuah jalan untuk memperluas pelajaran permainan untuk mencapai nilai2 yang timbul dari dalam para siswa sendiri didalam pendidikan menjadi tak terhindarkan. Pada saat menggunakan perpaduan untuk menyusun aktivitas mengajar daripada sekedar mengajar kurikulum yang telah ditentukan, para guru mebantu para siswa untuk menjelajah latar belakang dan hubungan2 dan keluar dari pandangan yang dipadukan ini, belajar yang berarti akan timbul. Didalam perencancanaan yang nyata, jadwal waktu yang tak tentu dan pengotakan2 komponen dari kurikulum2 telah ditolak sebab mereka menyelenggarakan counter untuk penjelajahan natural para siswa. Pelajaran yang dipadukan dirancang oleh guru dapat juga berlangsung didalam lorong2 waktu didalam kurikulum yang telah ada. Namun, untuk para siswa bisa melihat bagaimana guru membuat Hubungan antara area isi dan provisi haruslah di buat untuk guru untuk berbagi waktu mengajar yang umum. Periode yang dobel, setengah hari, program mingguan atau struktur kurun waktu yang lain yang dapat dibuat untuk menyediakan guru2 dengan waktu mengajar yang umum. Pada nyatanya, sebuah lingkungan belajar yang kaya dan penuh rangsangan adalah sangat penting, sehingga anak2 mempunyai kesempatan untuk menemukan hubungan2 dan belajar langsung dari pengalaman2. pada saat para siswa melihat bagaimana guru mereka menyebrangi berbagai tiruan, namun untuk para siswa benar, garis2 isi, mungkin mereka menemukannya lebih mudah untuk menirukan tingkah laku pada arahan sang guru. Dengan cara ini, sang guru melayani sebagai penunjuk didalam process belajar, sebagai penasihat dan penyedia daripada sebagai seorang penyuruh dalam pembelajaran. TGFU mempunyai arti yang khusus untuk pelajaran terpadu. Penekanannya ada pada appresiaisi permainan dan kewaspadaan taktik. Ini melayani sebagai sebuah ‘dasar untuk membuat keputusan memainkan permainan dan memenuhi kebutuhan pertumbuhan/perkembangan’
(Kirk and Macdonald, 1998, p.377). disaat pengetahuan seperti itu diajarkan dan diterapkan secara fungsional didalam konteks pada beberapa topic terpilih, kegiatan, proyek atau program, TGFU menjadi bagian pusat dari kurikulum untuk tujuan didalam menyediakan keutuhan untuk pengalaman sekolah untuk anak. Pendekatan perencanaan ini membantu anak2 untuk mengerti dan menghargai pelajaran didalam sebuah interrelasi perbuatan daripada secara terpisah kedalam bermacam subject atau ketrampilan. Dengan cara seperti ini, penyatuan membantu menciptakan sebuah konteks dan TGFU menyediakan akibat yang selaras untuk meningkatkan belajar siswa. Didalam lingkup ini, para siswa’mencari informasi sendiri terkait dengan tugas yang diberikan dan kondisi lingkungan yang tercetak dengan waktu yang diberikan dan mencoba kemampuan dia sendiri dilingkungan yang telah terbentuk oleh tugas dan lingungan itu” (Kirk & Macdonald, 1998, p.376).

Prooyek telah menyebutkan di dalam kesinambungan mewakili sebuah gerakan dari sekumpulan pada apa dan bagaimana sesuatu diajarkan ditentukan oleh sebuah objective (pencapaian) berisi khusus dan areanya sempit, untuk guru sebarkan Hubungan antara disiplin ilmu yang berbeda, dan prosesnya tema atau ide2 berdasarkan tujuan untuk pengaturan kurikulum. Diakhir dari kesinambungan, guru menduduki peranan sebagai penyedia kesempatan pada siswa untuk menentukan apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka belajar di jalan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan minat mereka. Kesinambungan juga mewakili sebuag progression dari pelajaran dari pengetahuan yang telah ditentukan dan masalah subyek untuk disediakan dan dipilih oleh guru untuk siswa. Kesinambungan tidak seharusnya dipandang sebagai alat yang memaksa guru2 untuk mengenali kurikulum mereka namun lebih penting sebagai sebuah kendaraan untuk membantu mereka untuk memikirkan kembali apa yang sekarang sedang mereka kerjakan dengan pandangan TGFU dan menyediakan beberapa petunjuk untuk penentuan bagaimana kita bisa beroperasi secara berbeda untuk membantu para siswa kita mencapai pemahaman pada lingkup yang nyata dari aktivitas jasmani didalam pelajaran pendidikan jasmani.

(The original copies of the three School-Based Curriculum Development projects are now kept in the
Curriculum Development Institute, Education Manpower Bureau, Hong Kong. Readers can find the
abstract from the following web site: http://cd.emb.gov.hk/peweb/kla.asp)

REFERENCES
Allison, S. & Thorpe, R.D. (19970. A comparison of the effectiveness of two approaches to
teaching games within physical education: A skill approach versus a games for understanding
approach. British Journal of Physical Education, 28(3), 17-21.
Booth, K. (1983). An introduction to netball: An alternative approach. Bulletin of physical
Education, 19(1), 27-31.
33
Bunker, D.J. & Thorpe, R.D. (1982). A model for the teaching of games in secondary schools.
Bulletin of Physical Education. 18(1), 5-8.
Burrows, L. (1986). A teacher’s reactions. In R.D. Thorpe, D.J. Bunker & L. Almond (eds.),
Rethinking Games Teaching. Loughborough, UK: Loughborough University. 45-52.
Cheung, L.F. (2000). The Organizing of Ball Games Competition in Senior Form Students at
Secondary (1999-2000). Hong Kong: Curriculum Development Institute, Education Department.
Choi, H.F. (2000). Shuttlecock Promotion Scheme in Primary (1999-2000). Hong Kong:
Curriculum Development Institute, Education Department.
Fogarty, R. (1991). The Mindful School: How to Integrate the Curriculum. Pallantine, Ill: Skylight
Publishing.
Freeman, W. (1997). Physical Education and Sport in a Changing Society (5th ed.). London: Allyn
and Bacon.
Jacobs, H. (ed.) (1989). Interdisciplinary Curriculum: Design and Implementation. Alexandria, VA:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Kirk, D. & Macdonald, D. (1998). Situated learning in physical education. Journal of Teaching in
Physical Education, 17(3), 376-387.
Learning to Learn Key Learning Area Physical Education (Consultation Document) (2000). Hong
Kong: Curriculum Development Council, Education Department.
Metzler, M.W. (2000). Instructional Models for Physical Education. Boston: Allyn & Bacon.
Physical Education Guide to Implementation (Kindergarten to Grade 12) (2000). Alberta: Alberta
Learning, Canada.
Syllabus for Primary School Physical Education (Primary 1-6) (1995). Hong Kong: The Curriculum
Development Committee. Education Department.
Turner, A.P. & Martinek, T.J. (1992). A comparative analysis of two models for teaching games:
Technique approach and game-centered (tactical focus) approach. International Journal of
Physical Education, 29(4), 15-31.
Turner, A.P. & Martinek, T.J. (1999). An investigation into teaching games for understanding:
Effects on skill, knowledge and game play. Research Quarterly for Exercise and Sport, 70, 286-
296.
Werner, P. & Almond, L. (1990). Models of games education. Journal of Physical Education,
Recreation and Dance, 61, 23-27.
Wong, O.L. (1998). Integrated Module of Chinese Dance in Lower Primary School (1997-1998).
Hong Kong: Curriculum Development Institute, Education Department.
Wong, O.L. (1999). Integrated Module of Chinese Dance in Upper Primary School (1998-1999).
Hong Kong: Curriculum Development Institute, Education Department.

2 komentar:

FPOK POR 86 mengatakan...

Thank to Tsalis in Sydney. TGFU memang belum begitu dikenal di Ind, walupum mungkin semangatnya telah mengilhami guru2 penjas yg dihadapkan pd segala keterbatasan alat dan fasilitas sekolah.TGFU seharusnya menjadi alternatif metode pengajaran dlm penjas, proses belajar mengajar seharusnya terpusat pd siswa, bagaimanpun guru penjas seharusnya menjadi fasilitator, mediator dalam PBM. Penjas jangan terkooptasi bawha mengajar penjas hrs menggunakan alat, sarana prasarana dan fasilitas yg regular/ baku. Penggunaan modivikasi alat, medodik dll dimaksudkan untuk mencapai pengalaman keberhasilan pada peserta didik, shg perasaan senang, enjoy siswa pd PBM dpt membantu keberhasilan PBM penjas.Dalam benak kita janganlah misalnya mengajar sepakbola harus ada dua gawang, ada lap sepakbola, ada bola standar dll, justru dalam keterbatasan hal2 di atas bgmn guru penjas dpt berkreasi, menciptakan ssu shg PBM dpt berjalan dgn baik dan lancar. Siswa yg paling utama adlh selalu bergerak, senang dan dapat mengalami keberhasilan dalam setiap PBM. Tq to my friend, kami tunggu TGFUnya yg lain. Salam dari Jogja. Hari Yuliarto

SPORT mengatakan...

Aku yo ngucapke trim's go Tsalis. TGFUne bebase penting loh.
Sih kemutan aq ra. Aq Wahyudi Sudigdo - Cilacap
Kapan bali nyang Indonesia. Kabari konco2 dadi so reunian neng Yogya.